Cari Artikel Lainnya

Minggu, 01 November 2015

Musik Tradisional Provinsi Papua

Orang Papua dikenal bersifat ekspresif. Mereka mengisi setiap momen penting dalam kehidupannya dengan jiwa seni yang tinggi. Selain berekspresi dengan seni ukirnya yang khas, mereka juga suka menari dan mendengarkan suara musik dari alat musik tradisional Papua. Setiap suku di Papua yang jumlahnya lebih dari dua puluh suku, memiliki berbagai jenis tarian. Dimana masing-masing tarian, ditarikan pada momen-momen tertentu seperti pada saat menyambut tamu, pesta panen, dan sebagainya. Pertunjukan tari-tarian ini biasanya diiringi oleh musik dari alat musik tradisional Papua yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka dari masa ke masa. Walau jenis alat musik tradisional Papua yang masih sering dipakai hingga saat ini mungkin tidak sebanyak dimasa lalu. Selain karena makin kurangnya minat generasi muda untuk melestarikannya, juga mungkin karena pengaruh masuknya budaya seni modern ke dalam kehidupan masyarakat Papua. Alat musik tradisional Tifa ini, banyak digunakan oleh penduduk Papua dan Maluku. Bila diperhatikan sekilas Tifa mirip dengan gendang. Dan dimainkan dengan cara dipukul pula. Tifa dibuat dari batang kayu yang dihilangkan isinya. Salah satu ujungnya lalu ditutupi menggunakan kulit binatang seperti kulit rusa. Kulit rusa ini telah mengalami proses pengeringan terlebih dahulu, agar bisa menghasilkan bunyi yang indah. Tifa dimiliki setiap suku di Papua, memiliki spesifikasi masing-masing. Antara lain lewat ukiran yang menghiasi alat musik tersebut. Tifa biasanya dimainkan saat ada acara, seperti acara penyambutan tamu penting, upacara adat dan sebagainya. Alat musik ini juga digunakan untuk mengiringi aneka tarian tradisional Papua. Antara lain Tarian Perang, Tari Gatsi, dan tari.tradisional lainnya. Berbeda dengan Tifa yang dipukul seperti gendang, Triton adalah alat musik tradisional Papua yang berupa alat tiup. Triton terdapat dihampir seluruh wilayah pantai seperti Kepulauan Raja Ampat, Biak, Teluk Wondama, Yapen Waropen, dan Nabire. Semula Triton digunakan sebagai alat panggil atau pemberi tanda sebagai sarana berkomunikasi. Tapi kemudian Triton mengalami perkembangan menjadi alat musik yang digunakan untuk hiburan. Pikon berasal dari kata pikonane. Dalam bahasa Baliem, Pikonane berarti alat musik bunyi. Alat ini terbuat dari sejenis bambu yang beruas-ruas dan berongga bernama Hite. Pikon yang ditiup sambil menarik talinya ini hanya akan mengeluarkan nada-nada dasar, berupa do, mi dan sol. Walau kelihatan sederhana namun ternyata tak semua orang bisa menggunakan alat musik tradisional Papua ini. Sehingga lomba tiup Pikon yang bisa memunculkan suara-suara mirip suara binatang ini, digelar setiap tahun di Festival Lembah Baliem. Anda penasaran ingin mendengar suara Triton? Silahkan berkunjung Festival Lembah Baliem di Papua.

Mengenal Musik Tradisi papua (Fuu)

Papua dikenal memiliki beragam alat musik yang memiliki fungsinya masing-masing. Alat musik seperti tifa, krombi, menjadi beberapa nama alat musik yang berasal dari negeri berjuluk bumi cendrawasih tersebut. Selain dua nama tadi, ada satu alat musik tradisional khas Papua yang berfungsi untuk memanggil penduduk yaitu fuu. Fuu merupakan alat musik yang dimainkan dengan cara ditiup pada bagian yang berlubang atau terbuka. Selain digunakan untuk memanggil penduduk, alat musik ini juga biasa digunakan untuk mengiringi tari-tarian khas Papua khususnya masyarakat Suku Asmat, Kabupaten Merauke. Bersama alat musik khas Papua lainnya seperti tifa dan kelambut, biasanya fuu dimainkan dan menjadi paduan harmonisasi yang memberikan warna tersendiri pada ciri khas musik Papua. Fuu menjadi salah satu alat musik tradisional yang harus dilestarikan keberadaannya. Salah satu kekayaan budaya yang dimiliki masyarakat Papua dan menjadi kearifan lokal dari identitas sebuah daerah. [Tauhid/IndonesiaKaya]

Minggu, 13 September 2015

cara mudah membuat angklung

1. Proses Pemilihan Bahan Bambu yang baik Bambu adalah bahan baku dari Angklung. Dipilih berdasarkan usia yaitu minimal 4 tahun dan tidak lebih dari 6 tahun dan dipotong pada musim kemarau dari pukul 9 pagi sampai pukul 3 sore hari. Setelah memotong dasar dari pohon bambu, dengan ukuran kurang lebih 2-3 jengkaldari permukaan tanah, bambu harus disimpan selama sekitar 1 minggu, sehingga bambu benar2 tidak berisi air. Setelah seminggu, bambu harus dipisahkan dari cabang-cabangnya. Dan dipotong menjadi berbagai ukuran tertentu. Kemudian, bambu harus disimpan selama sekitar satu tahun untuk mencegah dari gangguan hama. Beberapa prosedur adalah: dengan cara merendam bambu di genangan lumpur, kolam atau sungai, juga bisa dengan cara diasapi di perapian (diunun), dan prosedur modern: dengan menggunakan formula cairan kimia tertentu. 2. Bagian Bahan Bambu yang digunakan untuk membuat Angklung Angklung terdiri dari 3 bagian: Tabung Suara Bagian terpenting dari suatu Angklung, adalah tabung suara yang menghasilkan intonasi. Proses setem dapat menghasilkan intonasi. Kerangka Kerangka tabung untuk tempat berdiri di. Dasar Berfungsi sebagai kerangka tabung suara. 3. Proses Penyeteman Pembentukan tabung suara Ini adalah proses membentuk bambu menjadi sebilah tabung suara. Proses Penyeteman Ini adalah proses meniup bagian bawah tabung angklung dan menyamakan suaranya ke alat tuner. Proses utama dari penyeteman Ini adalah proses penyeteman suara dengan meninggikan dan menurunkan nada dengan membunyikan nadanya. Dan ini juga merupakan proses meninggikan nada dengan memotong bagian atasnya sedikit, dan menurunkan nada dengan menyerut kedua sisi bilah tabung dengan pisau. Cara menggunakan alat Tuner: Untuk menggunakan tuner, kita harus memperhatikan baik dari lampu di sebelah kiri dan kanan dari panel, dan juga jarum penunjuk. Sebagai contoh, jika Anda akan membuat sebuah nada “F”, anda harus menggoyangkan angklung sembari memperhatikan baik dari lampu yang akan menyala bersamaan, dan untuk jarum penunjuk yang akan menunjukkan angka “F”. 4. Tahap Akhir Setelah masing-masing tabung suara memiliki nada, tabung harus diletakkan ke dalam rangka dan diikat dengan tali rotan. 5. Pemeliharaan Menala / Men-stem Angklung Apabila suara Angklung menjadi lebih tinggi, hendaknya daun Angklung (sisi A) diraut dengan pisau raut sedikit demi sedikit hingga mencapai suara yang dikehendaki. Apabila suara Angklung menjadi lebih rendah, hendaknya ujung Angklung (sisi B) dipotong sedikit demi sedikit sehingga suaranya menjadi normal kembali. Penyimpanan dan Pemeliharaan Angklung Untuk dimaklumi bahwa Angklung terbuat dari bahan bambu, konstruksi atau kekuatannya tidak seperti bahan logam, sehingga perlu pemeliharaan dan penyimpanan yang baik. Angklung yang baik terbuat dari bahan bambu yang telah melewati proses quality control yang baik. Lama penyimpanan bambu sebelum diproses menjadi Angklung sedikitnya harus berumur satu tahun. Proses pengeringan bambu ini berfungsi agar Angklung yang dibuat menghasilkan suaranya tepat/nyaring dan tidak mudah terkena hama rayap. Usia Angklung apabila perawatannya baik dapat mencapai 10 tahun. Berikut adalah langkah- langkah yang dapat dilakukan untuk memelihara instrument Angklung: Begitu Angklung tiba di tempat yang baru, segeralah buka dan gantungkan pada tiang standard yang telah disediakan. Penyimpanan dalam kardus/tempat tertutup lebih dari 7 hari dapat mengakibatkan perubahan suara dan penjamuran pada bambu. Penyimpanan Angklung sebaiknya dengan cara digantung, tidak ditumpuk. Penyimpanan Angklung haruslah di tempat kering dan tidak lembab dengan temperatur berkisar 25 – 33 C. Jangan simpan Angklung di tempat terbuka yang mendapatkan sinar matahari/hujan secara langsung. Untuk memelihara Angklung dari penjamuran dan rayap, gunakan obat anti rayap dan jamur produksi SAU secara teratur 2 minggu sekali dengan proses penyemprotan. Untuk menjaga kualitas suara lakukanlah penalaan/re-tuning Angklung secara berkala. Bagi Angklung yang disimpan di daerah panas dengan suhu temperatur >30 C terkadang menyebabkan sedikit retak pada pangkal tabung. Hal ini tidak mengganggu suara, dan penanganannya cukup diberikan lem kayu. (sumber: angklung ujo)